PEMASANGAN
INFUS
A. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Terapi intravena adalah tindakan yang dilakukan dengan cara memasukkan
cairan, elektrolit, obat intravena dan nutrisi parenteral ke dalam tubuh
melalui intravena. Tindakan ini sering merupakan tindakan life saving seperti
pada kehilangan cairan yang banyak, dehidrasi dan syok, karena itu keberhasilan
terapi dan cara pemberian yang aman diperlukan pengetahuan dasar tentang
keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa.
Tindakan ini merupakan metode efektif dan efisien dalam memberikan
suplai cairan ke dalam kompartemen intravaskuler. Terapi intravena dilakukan
berdasarkan order dokter dan perawat bertanggung jawab dalam pemeliharaan
terapi yang dilakukan. Pemilihan pemasangan terapi intravena didasarkan pada
beberapa faktor, yaitu tujuan dan lamanya terapi, diagnosa pasien, usia,
riwayat kesehatan dan kondisi vena pasien. Apabila pemberian terapi intravena
dibutuhkan dan diprogramkan oleh dokter, maka perawat harus mengidentifikasi
larutan yang benar, peralatan dan prosedur yang dibutuhkan serta mengatur dan
mempertahankan system (Maria Susiati,2008).
2. Anatomi
a) Permukaan dorsal tangan
·
Vena
Sevalika
·
Vena supervisial
dorsalis
·
Ramus Vena Dorsalis
·
Vena Basilika
b) Permukaan lengan bagian dalam
·
Vena Basilika
·
Vena Sevalika
·
Vena kubital median
·
Vena Median lengan bawah
·
Vena radialis
c) Permukaan Dorsal Kaki
·
Vena
Savenamagna
·
Fleksus
Dorsalis
·
Ramus
Dorsalis
(Potter & Perry.2006)
d) Sifat Pembuluh Darah
Pembuluh darah dapat diibaratkan sebagai selang yang bersifat elastis,
yaitu diameternya dapat membesar atau mengecil. Sifat elastis ini sangat
bermanfaat untuk mempertahankan tekanan darah yang stabil. Sebagai contoh,
apabila tekanan di dalam pembuluh darah meningkat, maka diamater pembuluh darah
akan melebar sebagai bentuk adaptasi untuk menurunkan tekanan yang berlebih
agar menjadi normal. Bila pembuluh darah mengalami kekakuan maka ia menjadi
kurang fleksibel sehingga tidak dapat mengantisipasi terhadap
kenaikan/penurunan tekanan darah.
Elastisitas pembuluh darah tidak tetap, pembuluh darah akan menjadi kaku
seiring bertambahnya usia (misal oleh karena terjadi pengapuran pada
dindingnya) oleh karena itu tekanan darah pada orang lanjut usia cenderung sedikit
lebih tinggi dari pada orang muda.
Penyebab lain dari kekakuan pembuluh darah adalah karena adanya tumpukan
kolesterol pada dinding sebelah dalam pembuluh darah, kolesterol juga
menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pembuluh darah yang kaku akan menyebabkan
hipertensi (penyakit darah tinggi), walau sebenarnya tidak semua penyakit darah
tinggi disebabkan karena kekakuan pembuluh darah. Apabila pembuluh darah
menjadi kaku dan disertai penyempitan pada sebagian besar pembuluh darah dalam
tubuh seseorang, maka tekanan darahnya dapat menjadi sangat tinggi (hipertensi
berat). (UNICORE,2010).
B.
TUJUAN
1. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh
yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak
dapat dipertahankan melalui oral.
2. Mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan
elektrolit.
3. Memperbaiki keseimbangan asam basa.
4. Memberikan tranfusi darah.
5. Menyediakan medium untuk pemberian obat
intravena.
6. Membantu pemberian nutrisi parenteral
(Erfandi.2008)
C. MANFAAT
1. Dapat menggantikan cairan elektrolit tubuh
yang hilang
2. Dapat menyalurkan obat ke dalam tubuh
D. INDIKASI
1. Keadaan emergency (misal pada tindakan RJP),
yang memungkinkan pemberian obat langsung ke dalam IV.
2. Keadaan ingin mendapatkan respon yang cepat
terhadap pemberian obat.
3. Klien yang mendapat terapi obat dalam dosis
besar secara terus-menerus melalui IV.
4. Klien yang mendapat terapi obat yang tidak
bisa diberikan melalui oral atau intramuskuler
5. Klien yang membutuhkan koreksi/pencegahan
gangguan cairan dan elektrolit.
6. Klien yang sakit akut atau kronis yang
membutuhkan terapi cairan
7. Klien yang mendapatkan tranfusi darah
8. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan)
sebelum prosedur (misalnya pada operasi besar dengan risiko perdarahan,
dipasang jalur infus intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk
memudahkan pemberian obat)9.Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak
stabil, misalnya risiko dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam
nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat
dipasang jalur infus.
9. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang
tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam
nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat
dipasang jalur infus.(Yuda Handaya,2010)
E. KONTRAINDIKASI
1. Daerah yang memiliki tanda-tanda infeksi,
infiltrasi atau thrombosis
2. Daerah yang berwarna merah, kenyal, bengkak
dan hangat saat disentuh
3. Vena di bawah infiltrasi vena sebelumnya
atau di bawah area flebitis
4. Vena yang sklerotik atau bertrombus
5. Lengan dengan pirai arteriovena atau fistula
6. Lengan yang mengalami edema, infeksi, bekuan
darah, atau kerusakan kulit
7. Lengan pada sisi yang mengalami mastektomi
(aliran balik vena terganggu)
8. Lengan yang mengalami luka bakar (Asta
Qauliyah,2006)
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infus :
1. Hematoma, yakni darah mengumpul dalam
jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh darah arteri vena, atau kapiler,
terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau
“tusukan” berulang pada pembuluh darah.
2. Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke
dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus
melewati pembuluh darah.
3. Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi)
pada pembuluh vena, terjadi akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara
ketat dan benar.
4. Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam
sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke
dalam pembuluh darah.
Komplikasi
yang dapat terjadi dalam pemberian cairan melalui infus:
· Rasa perih/sakit
· Reaksi alergi
F. PERSIAPAN PERALATAN
1. Larutan yang benar
2. Jarum yang sesuai
1)
Larutan yang benar
Jenis Cairan
Infus :
a.
Cairan hipotonik.
Cairan infuse yang osmolaritasnya lebih
rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan
serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka
cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya
(prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi),
sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel
“mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi
diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan
ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan
tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps
kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa
orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
b. Cairan Isotonik.
Cairan infuse yang osmolaritas (tingkat
kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah),
sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang
mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).
Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit
gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan
Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
c. Cairan hipertonik.
Cairan infus
yang osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan
dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu
menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema
(bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya
Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl
0,9%, produk darah (darah), dan albumin.
Ø
ASERING
Indikasi:
Dehidrasi (syok hipovolemik dan
asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka
bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Komposisi:
Setiap liter asering mengandung:
·
Na 130 mEq
·
K 4 mEq
·
Cl 109 mEq
·
Ca 3 mEq
·
Asetat (garam) 28 mEq
Keunggulan:
a. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat
ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hati
b.
Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA
mengatasi asidosis laktat lebih baik dibanding RL pada neonatus
c. Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan
suhu tubuh sentral pada anestesi dengan isofluran
d.
Mempunyai efek vasodilator
e.
Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 %
sebanyak 10 ml pada 1000 ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus
sehingga memperkecil risiko memperburuk edema serebral.
Ø KA-EN 1B
Indikasi:
· Sebagai larutan awal bila status elektrolit
pasien belum diketahui, misal pada kasus emergensi (dehidrasi karena asupan
oral tidak memadai, demam)
· Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian
secara IV. Kecepatan sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada
anak-anak
· Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya
tidak diberikan lebih dari 100 ml/jam
Ø KA-EN 3A & KA-EN 3B
Indikasi:
· Larutan rumatan nasional untuk memenuhi
kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk
mengganti ekskresi harian, pada keadaan supan oral terbatas
·
Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48
jam)
·
Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A
·
Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B
Ø KA-EN MG3
Indikasi :
· Larutan rumatan nasional untuk memenuhi
kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk
mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas
·
Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48
jam)
·
Mensuplai kalium 20 mEq/L
·
Rumatan untuk kasus dimana suplemen NPC
dibutuhkan 400 kcal/L
Ø KA-EN 4A
Indikasi :
·
Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan
anak
· Tanpa kandungan kalium, sehingga dapat diberikan
pada pasien dengan berbagai kadar konsentrasi kalium serum normal
·
Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi (per 1000 ml) :
a.
Na 30 mEq/L
b.
K 0 mEq/L
c.
Cl 20 mEq/L
d.
Laktat 10 mEq/L
e.
Glukosa 40 gr/L
Ø KA-EN 4B
Indikasi:
·
Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan
anak usia kurang 3 tahun
·
Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien sehingga
meminimalkan risiko hipokalemia
·
Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi:
a.
Na 30 mEq/L
b.
K 8 mEq/L
c.
Cl 28 mEq/L
d.
Laktat 10 mEq/L
e.
Glukosa 37,5 gr/L
Ø Otsu-NS
Indikasi:
·
Untuk resusitasi
·
Kehilangan Na > Cl, misal diare
· Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium
(asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal, luka bakar)
Ø Otsu-RL
Indikasi:
·
Resusitasi
·
Suplai ion bikarbonat
·
Asidosis metabolik
Ø MARTOS-10
Indikasi:
·
Suplai air dan karbohidrat secara parenteral
pada penderita diabetik
· Keadaan kritis lain yang membutuhkan nutrisi
eksogen seperti tumor, infeksi berat, stres berat dan defisiensi protein
·
Dosis: 0,3 gr/kg BB/jam
·
Mengandung 400 kcal/L
Ø AMIPAREN
Indikasi:
·
Stres metabolik berat
·
Luka bakar
·
Infeksi berat
·
Kwasiokor
·
Pasca operasi
·
Total Parenteral Nutrition
·
Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit
Ø AMINOVEL-600
Indikasi:
·
Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI
·
Penderita GI yang dipuasakan
· Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka
bakar, trauma dan pasca operasi)
·
Stres metabolik sedang
·
Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)
Ø PAN-AMIN G
Indikasi:
·
Suplai asam amino pada hiponatremia dan stres
metabolik ringan
·
Nutrisi dini pasca operasi
·
Tifoid
2)
Jarum yang sesuai (abbocath, wing
needle/butterfly)
Berikut adalah ukuran jarum yang digunakan dalam pemasangan
infuse
a)
Nomor 16 : digunakan untuk bedah mayor atau
trauma
b) Nomor 18 : digunakan untuk darah dan produk
darah,pemberian obat-obat yang kental
c)
Nomor 20 : digunakan pada kebanyakan pasien
dewasa
d)
Nomor 22 : digunakan pada anak-anak dan orang
tua
e)
5 Nomor 24 : digunakan pada pasien pediatric dan
neonatus
3)
Set infuse
4)
Selang intravena
5)
Alkohol dan swab pembersih yodium-povidon
6)
Torniket
7)
Sarung tangan sekali pakai
8)
Kasa atau balutan trasparan dan larutan atau
salep yodium-povidon
9)
Plester
10) Handuk/pengalas
tangan
11) Tiang
penyangga IV
12) Bengkok
(tempat pembuangan jarum)
13) Gunting.
(Potter & Perry, 2006)
G.
PROSEDUR
1.
Baca status dan data klien untuk memastikan
program terapi IV.
2.
Cek alat-alat yang akan digunakan
3.
Cuci tangan
4.
Beri salam dan panggil klien sesuai dengan
namanya
5.
Perkenalkan nama perawat
6.
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien
7.
Jelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
8.
Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
9.
Tanyakan keluhan klien saat ini
10.
Jaga privasi klien
11.
Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien
12.
Tinggikan tempat tidur sampai ketingian kerja
yang nyaman
13.
Letakkan klien dalam posisi semifowler atau
supine jika tidak memungkinkan (buat klien senyaman mungkin)
14.
Buka kemasan steril dengan meanggunakan tehnik
steril
15.
Periksa larutan dengan menggunakan lima benar
dalam pemberian obat
16.
Buka set infus, pertahankan sterilitas kedua
ujungnya
17.
Letakkan klem yang dapat digeser tepat di bawah
ruang drip dan gerakkan klem pada posisi off
18. Lepaskan pembungkus lubang slang IV pada kantung
larutan IV plastik tanpa menyentuh ujung tempat masuknya alat set infuse
19. Tusukkan set infus ke dalam kantong atau botol
cairan (untuk kantong, lepaskan penutup protektor dari jarum insersi selang, jangan
menyentuh jarumnya, dan tusukkan jarum ke lubang kantong IV. Untuk botol,
bersihkan stopper pada botol dengan menggunakan antiseptik dan tusukkan jarum
ke karet hitam stopper botol IV.
20.
Gantungkan botol infus yang telah dihubungkan
dengan set infus pada tempat yang telah disediakan (pertahankan kesterilan set
infus)
21.
Isi selang infus dengan cairan, pastikan tidak
ada udara dalam selang (terlebih dulu lakukan pengisian pada ruang tetesan/the
drip chamber). Setelah selang terisi, klem dioffkan dan penutup ujung selang
infus ditutup
22.
Beri label pada IV dengan nama pasien, obat
tambahan, kecepatan pemberian.
23.
Pasang perlak kecil/pengalas di bawah
lengan/tangan yang akan diinsersi
24.
Kenakan sarung tangan sekali pakai
25.
Identifikasi aksesibilitas vena untuk pemasangan
kateter IV atau jarum
26. Posisikan tangan yang akan diinsersi lebih
rendah dari jantung, pasang torniket mengitari lengan, di atas fossa
antekubital atau 10-15 cm di atas tempat insersi yang dipilih (jangan memasang
torniket terlalu keras untuk menghindari adanya cidera atau memar pada kulit).
Pastikan torniket bisa menghambat aliran IV. Periksa nadi distal.
27. Pilih vena yang berdilatasi baik, dimulai dari
bagian distal, minta klien untuk mengepal dan membuka tangan (apabila belum
menemukan vena yang cocok, lepaskan dulu torniket, dan ulangi lagi setelah
beberapa menit).
28. Bersihkan tempat insersi dengan kuat,
terkonsentrasi, dengan gerakan sirkuler dari tempat insersi ke daerah luar
dengan larutan yodium—povidon, biarkan sampai kering. (klien yang alergi
terhadap yodium, gunakan alkohol 70 % selama 30 detik)
29. Lakukan pungsi vena, fiksasi vena dengan
menempatkan ibu jari tangan yang tidak memegang alat infus di atas vena dengan
cara meregangkan kulit. Lakukan penusukan dengan sudut 20-30°, tusuk perlahan
dengan pasti
30.
Jika tampak aliran darah balik, mengindikasikan
jarum telah masuk vena.
31.
Rendahkan posisi jarum sejajar kulit dan tarik
jarum sedikit lalu teruskan plastik IV kateter ke dalam vena
32.
Stabilkan kateter IV dengan satu tangan dan
lepaskan torniket dengan tangan yang lain
33.
Tekan dengan jari ujung plastik IV karteter,
lalu tarik jarum infus keluar
34. Sambungkan plastic IV kateter dengan ujung
selang infus dengan gerakan cepat, jangan menyentuh titik masuk selang infuse
35.
Buka klem untuk memulai aliran infus sampai
cairan mengalir lancer
36. Fiksasi sambungan kateter infus (apabila sekitar
area insersi kotor, bersihkan terlebih dulu)
37. Oleskan dengan salep betadin di atas area
penusukan, kemudian tutup dengan kasa steril, pasang plester
38.
Atur tetesan infus sesuai ketentuan
a)
MACRO = 1 cc = 20 tts/mnt
Tetes Infus Macro
tts/mnt = jmlh cairan X 20 /
lama infus X 60
Lama Infus Macro
lama infus = (jmlh
cairan X 20) / (tts/mnt X 60)
b)
MICRO = 1 cc = 60 tts/mnt
Tetes Infus Micro
tts/mnt = (jmlh
cairan X 60) / (lama Infus X 60)
Lama Infus Micro
lama infus = (jmlh
cairan X 60) / (tts/mnt X 60)
39. Beri
label pada tempat pungsi vena dengan tanggal, ukuran kateter, panjang kateter,
dan inisial perawat.
40. Buang
sarung tangan dan persediaan yang digunakan
41. Cuci
tangan
42. Berikan
reinforcement positif
43. Buat
kontrak pertemuan selanjutnya
44. Akhiri
kegiatan dengan baik
45. Observasi
klien setiap jam untuk menentukan respon terhadap terapi cairan (jumlah cairan
benar sesuai program yang ditetapkan, kecepatan aliran benar, kepatenan vena,
tidak terdapat infiltrasi, flebitis atau inflamasi)
46. Dokumentasikan
di catatan perawatan (tipe cairan, tempat insersi, kecepatanaliran, ukuran dan
tipe kateter atau jarum, waktu infus dimulai, respon terhadap cairan IV, jumlah
yang diinfuskan, integritas serta kepatenan sistem IV.( Potter & Perry.2006)
H.
EVALUASI
Perawat mengevaluasi
keefektifan perawatan yang telah diberikan kepada klien yang menderita
ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa berdasarkan hasil akhir
yang diharapkan. Perhatikan kelancaran infus, dan perhatikian juga respon klien
terhadap pemberian tindakan.( Potter & Perry.2006).
I.
DOKUMENTASI
Mencatat tindakan yang telah
dilakukan (waktu pelaksanaan, hasil tindakan, reaksi/ respon klien terhadap
pemasangan infus, cairan dan tetesan yang diberikan, nomor abocath, vena yang
dipasang, dan perawat yang melakukan) pada catatan keperawatan.( Potter &
Perry.2006)
sy mencari selang infus bekas (lengkap pengaturan cairannya) untuk menginfus tanaman, sy butuh lebih 100, no. sy 0813462615499
ReplyDeletesy mencari Selang Infus bekas (lengkap dgn pengaturan cairan) untuk di pakai infus tanaman, sy butuh diatas 100, no. sy 081346261599
ReplyDelete